Showing posts with label Makalah PAI. Show all posts
Showing posts with label Makalah PAI. Show all posts

Monday, September 26, 2016




BAB I
PENDAHULUAN


Menurut  istilah para ahli hadits (Muhadditsin) antara lain Al-Hafidh dalam Syarah Al-Bukhori menerangkan, bahwa hadits ialah: “Perkataan-perkataan Nabi Muhammad SAW, perbuatan-perbuatan dan keadaan beliau”. (Aminuddin Siddik Muhtadi, 1986).  “Segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad SAW, yang bersangkut paut dengan hukum” (T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, 1974).
Dari definisi tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa hadits memiliki kriteria sebagai berikut: Segala amal perbuatan dengan niat, dari latar belakang diatas, maka penulis menyusun makalah ini sebagai salah satu tugas dari Mata Kuliah Hadist Tarbawi yang mana didalam makalah ini akan dibahas mengenai tentang hadist tarbawi.



BAB II
PEMBAHASAN
TENTANG HADIST TARBAWI


A.    PENGERTIAN HADIST.
1.      Pengertian Hadist Secra Etimologi (Menurut Bahasa)
 Hadis atau al- hadits menurut bahasa adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ  (orang yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis juga sering disebut dengan al- khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis.
2.      Pengertian Hadist Secara Terminologi (Menurut Istilah)
 Sedangkan pengertian hadis menurut istilah (terminologi), Para Ahli memberikan definisi (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.
a.       Pengertian hadis menurut Ahli Hadis, ialah:Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya.” Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan. 
Sebagian Muhaditsin berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf), dan tabi’in (hadis maqtu’).
b.      Pengertian hadis menurut para ulama ushul, sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadis adalah “Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.” Berdasarkan pengertian hadis menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadis. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri Muhammad sebagai Rasul dan sebagai manusia biasa.

B.     PENGERTIAN SUNNAH, KHABAR, DAN ATSAR
1.      Pengertian Sunnah
 Menurut bahasa sunnah berarti“Jalan yang terpuji atau yang tercela.” Bila kata sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’, maka yang dimaksudkan tiada lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, atau dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Dan apa bila dalam dalil hukum syara’ disebutkan al-Kitab dan al-Sunnah, berarti yang dimaksudkan adalah al-Qur’an dan Hadis.
 Sedangkan sunnah menurut istilah, dikalangan ulama terdapat perbedaan-perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing terhadap diri Rasulullah SAW. Secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi tiga golongan: Ahli Hadis, Ahli Ushul dan Ahli Fikih.
a.       Pengertian sunnah menurut ahli hadis adalah “Segala yang bersumber dari Nabi SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya”.
Jadi dengan definisi tersebut, para ahli hadis menyamakan antara sunnah dan hadis. Tampaknya para ahli hadis membawa makna sunnah ini kepada seluruh kebiasaan Nabi SAW. Baik yang melahirkan hukun syara’ maupun tidak. Hal ini bisa dilihat dari definisi yang diberikan mencakup tradisi Nabi sebelum masa terutusnya sebagai rasul.
b.      Pengertian sunnah menurut ahli ushul mengatakan 
Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. Yang berhubungan dengan hukum syara’, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Beliau. Berdasarkan pemahaman seperti ini mereka mendefinisikan sunnah sebagai “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. Selain al-Qur’an al-karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara”.
c.       Pengertian sunnah menurut ahli fikih sebagai  “Segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW selain yang difardukan dan diwajibkan dan termasuk hukum (taklifi) yang lima.
2.      Pengertian Khabar
 Secara lughawiyah khabar berarti warta kabar berita yang disampaikan seseorang kepada yang lain menurut istilah ulama muhadditsin khabar adalah sustu berita, baik dari Nabi SAW, para sahabat, maupun dari tabi’in. Ulama lain berpendapat bahwa khabar hanya dimaksudkan sebagai berita yang diterima dari selain Nabi Muhammad SAW. Orang yang meriwayatkan sejarahdisebut khabary atau disebut muhaddisy. Disamping itu pula yang berpendapat bahwa khabar itu sama dengan hadits, keduanya dari Nabi SAW.
3.      Pengertian Atsar
 Atsar dari segi bahasa adalah bekas sesuatu atau sisa sesuatu dan berarti pula nukilan atau (yang dinukilkan) .karena doa yang dinukilkan / berasal dari Nabi SAW dimanakan doa ma’tsur.  Atsar menurut istilah, kebanyakan ulama bahwa atsar mempunyai pengertian sama dengan khabar dan hadits. Sebagian ulama mengatakan bahwa atsar lebih umum dari pada khabar, yaitu atsar berlaku bagi segala sesuatu dari Nabi maupun yang selain dari Nabi SAW.



C.    BENTUK-BENTUK HADIST
1.      Hadist Qauli
 Hadis qauly adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi Saw. Dengankata lain, hadis qauli adalah hadis berupa perkataan Nabi Saw.yang berisi berbagaituntutan dan petunjuk Syara’, peristiwa, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syariat, maupun akhlak.
 Di antara contoh hadis qauli adalah hadis tentang kecaman Rasul kepada orang-orang yang mencoba memalsukan hadis-hadis yang berasal dari Rasulullah Saw. Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa sengaja berdusta atas diriku, hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat tinggalnya dineraka.” (H.R. Muslim).
2.      Hadist Fi’li
 Hadis fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Saw. Dalam hadis tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi Saw. Yagn menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu, dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk mengikutinya. Hadis yang termasuk kategori ini di antaranya adalah hadis-ohadisyang di dalamnya terdapat kata-kata kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina.
 Contohnya hadis berikut ini yang artinya: “Dari ‘Aisyah, Rasul saw, membagi (nafkah dan gilirannya) antar istri-istrinya dengan adil. Beliau bersabda,”Ya Allah! Inilah pembagianku pada apayagn aku miliki. Janganlah engkau mencelaku dalam hal yang tidak aku miliki.” (H.R. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibn Majah).
3.      Hadist Taqriri
 Hadis taqriri adalah hadis berupa ketetapan Nabi Saw, terhadap apa yang dating ataudilakukan oleh para sahabatnya. Nabi Saw, membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan ataumempermasalahkannya sikap Nabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai dalil taqriri, yang dapat dijadikan hujah atau mempunyai kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian Syara’.
 Diantara contoh hadis taqriri adalah sikaprasul Saw, yang membiarkan para sahabat dalam menafsirkan sabdanya tentang shalat pada suatu peperangan, yaitu. “Janganlah seorangpun shalat Ashar, kecuali nanti di Bani Quraidhah.” (H.R. Al-Bukhari).

D.    HADIST QUDSI
  Hadits Qudsi adalah berkata-kata yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dengan mengatakan bahwa Allah berfirman, Nabi SAW menyandarkan perkataan hadits itu kepada Allah, dan beliau meriwayatkannya ari Allah SWT. Menurut Al-Kirmani hadits Qudsi disebut juga dengan hadits Ilahi dan hadits Rabbani.
  sedangkan At-Tibbi mengemukakan bahwa hadits qudsi ialah firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi SAW dalam mimpi, atau ilham, kemudian Nabi menerangkannya dengan susunan perkataan beliau sendiri dengan mennyendarkannya kepada Allah. Perbedaan Al-Qur’an dan hadits Qudsi ialah bahwa Al-Qur’an adalah wahyu lafadznya dari Nabi SAW dan ma’nanya dari Allah SWT diturunkan kepada Nabi dengan jalan ilham atau mimpi. Contoh hadits Qudsi adalah :
E.     قال الله عز و جل انا عند ظن عبدي بى و انا مهه حيث يذكرني (رواه البخارى عن ابى هريرة)
Artinya: “Allah SWT berfirman “ Aku adalah menurut persangkaan hambaku dan Aku beserta dia dimanapun dia mengingatku” .( HR. Bukhari dari Abu Hurairah).

F.      قال الله تعالى كل عمل ابن ادم له الا الصوم فإنه لى و انا اجري به و الصيام جنة ، فإذا كان يوم صوم احدكم فلا يرفث و لا يصخب ، فإن سبه احد او قاتله فليقل انى صائم (رواه البخارى و سلم)
Artinya: “Allah SWT berfirman semua amal manusia adalah untuk dirinya sendiri kecuali puasa. Puasa itu untukku. Aku akan memberi balasannya. Puasa itu perisai apabila seseorang itu sedang berpuasa janganlah kamu mencaci maki, berkata keji, dan jangan pula membuat keributan. Apabila ada yang memaki atau membunuh, maka katakanla’Saya sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim).

G.    KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIST
1.      Kududukan Hadits
 Para ulama sepakat bahwa hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an, dan umat Islam wajib melaksanakan isinya.  Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa hadits/sunnah Nabi itu merupakan salah satu sumber hukum islam. Banyak ayat yang mewajibkan umat islam untuk mengikuti Rasulullah SAW dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi menjauhi segala larangannya. Allah berfirman dalam Surat Ali Imron ayat 132 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati” (Q.S. Ali-Imran: 132).

 Bahkan Allah mengancam orang-orang yang menyalahi Rasul, seperti dalam firman-Nya yang berbunyi sebagai berikut:

Artinya: “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah Telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Q.S. An-Nuur: 63).

2.      Fungsi Hadits
 Sementara fungsi hadits atau sunnah sebagai sumber hokum islam yang ke dua menurut pan dangan ulama ada tiga, yaitu:
1)      Hadits/sunnah berfungsi memperkuat AL-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan AL-Qur’an dalam hal Mujmal dan Tafshilnya.
Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya mengungkapkan kembali apa yang terdapat didalam Al-Qur’an, tanpa menambah atau menjelaskan apapun.
2)      Hadits berfungsi menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang digariskan oleh AL-Qur’an, baik dalam bentuk tafshil maupun takhshish. Fungsi yang kedua ini adalah fungsi yang dominan dalam hadits. Sebagai contoh adalah perincian tentang tatacara shalat, zakat, puasa dan haji.
3)      Hadits berfungsi menetapkan hokum yang baru yang belum diatur secara eksplisit di dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan (dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri).”





BAB III
KESIMPULAN


 Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Sesuatu yang disandarkan harus kepada Nabi Muhammad saw Artinya, segala sesuatu yang bukan disandarkan kepada Nabi Muhammad bukan hadits seperti nabi Daud, Ibrahim, Musa, Isa dan lain-lain. Penyandaran sesuatu adalah setelah Muhammad diangkat oleh Allah SWT menjadi  Nabi dan Rasul Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi mencakup perbuatan, perkataan, persetujuan, perangainya dan lain-lain.
Adapun bentuk-bentuk hadis ada beberapa macam diantaranya adalah Hadist Qauli, hadist fi’li, hadist taqriri, hadist Hammi dan hadist ahwali.


                                                                       Penulis

                                                                     JUKMAN

Sunday, September 25, 2016

  MASAILUL FIQHIYAH
A.    Pengertian masail fiqhiyah
Masail fiqhiyah berasal dari kata mas’alah dalam bentuk mufrod yang dijamakan dan di rangkaikan dengan kata fiqih. Sedangkan fiqih sendiri secara bahasa memiliki pengertian yaitu “pemahaman atau faham”. sedangkan menurut istilah fiqih adalah “ilmu atau pengetahuan tentang hokum-hukum syari’at dalam bentuk amaliah (perbuatan mekalaf) yang di ambil dari dalil-dalilnya secara terperinci.”
Masail fiqhiyah adalah masalah yang terkait dengan fiqih atau persoalan-persoalan yang muncul dalam konteks kekinian sebagai refleksi problematika pada suatu tempa, kondisi da waktu dan persoalan-persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu, karena adanya perbedaan situasi sekarang dengan yang dulu.
Masalah-msalah pada masa rosululloh SAW,  langsung diselesaikan dengan wahyu sehingga kondisi masyarakat pada waktu itu relative setabil. Pada masa sahabat, sighot sahabat kemudian tabi’in dan seterusnya persoalan-persoalan yang muncul semakin berfariasi seiring dengan perjalanan waktu dari jaman kejaman. Walaupun persoalan-persoala terus bermunculan silih berganti, syariat islam dalam hal ini fiqih tetap eksis dan mampu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.
Para ahli fiqih dalam hal ini fuqoha selalu berupaya menyelesaikan persoalan-persoalan baru melalui jalan berijtihad yang berdasarkan nash al-qur’an dan as-sunnah. Penyelesaian persoalan mula-mula diselesaikan dengan dengan mencari jawaban dari al-qur’an dan as-sunnah, bila tidak ditemukan jawabanya maka akan diselesaikan dengan jalan ijma (kesepakatan bersama para ahli atau melalui metode qiyas atau analog). Diantara para ahli fiqihyang memiliki metode untuk menyelesaikan persoalan-persoalan fiqih adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Al-Syafi’i, dan Imam Bin Hambal. 
B.     Tujuan mempelajari metode-metode masail fiqhiyah
1.    Mengetahui latar belakang kehidupan para imam madzhab dengan berbagai kondisi yang dialaminya.
2.    Memahami realitas masyarakat dan mengetahui problematika yang timbul pada masa itu.
3.    Dengan berbagai sisi perbedaan, baik lingkungan, situasi politik, latar belakang kehidupan, akan mengantarkan generasi kaum muslim memahami hakekatperbedaan sudut pandang dengan konsekuensinya.
4.    Dapat mengikis sikap fanatisme terhadap madzhab yang berlebihan.
Setiap tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki akibat hukum, akan direspon oleh norma fiqh dan akan ditetapkan ketentuan hukumnya. Akibata hukum dari perbuatan manusia yang lebih dikenal adalah “persoalan”.

Allah berfirman :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (al-Baqarah – 286).
Dan ayat selanjutnya :
“ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…” (al-Baqarah – 286).
                        Pada dasarnya manusia memilki daya berfikir prima sesuai dengan karakteristik yang dijabarkan al-Qur’an pada awal penciptanya. Allah berfirman :
 “Aku hendak menciptakan manusia (adam) di muka bumi..." (al-baqarah – 30)
                        Perkembangan pola fikir manusia membawa konsekuensi logis terhadap variasi corak dan gaya serta daya setiap manusia dalam aplikasi pengguanaanya. Konsekuensi tersebut, melahirkan perbedaan pandangan (madzhab) dalam I’tiqad (keyakinan) siyasah (politik) dan fiqh. Perbedaan tersebut merupakan bukti adanya dinamisasi pemikiran dalam islam. Hal ini diperkuat oleh beberapa persyaratan, antara lain :
1.      Perbedaan pandangan yang terjadi tidak terkait dengan substansi agama baik mengenai tauhid , pengakuan akan kerasulan Muhammad dan keberadaan al-Qur’an sebagai wahwu allah atau mengenai riwayat (hadis) mutawatir, rukun islam dan atau pengetahuan yang telah difahami sebagai komponen agama.
2.      Pada dasarnya kata “ikhtilaf”, perbedaan (pendapat) secara pasti berkonotasi negative sebagaimana ikhtilaf yang terjadi pada persoalan  seputar Aqaid dan siyasah. Sebab-sebab muculnya “ikhtilaf” dapat diklasifikasikan menajadi dua, yaitu : 
a)    Ikhtilaf yang tidak menyebabkan perpecahan umat Islam.
b)   Ikhtilaf yang berimplimentasi pada perpecahan umat Islam dan mengaburkan kesatuan mereka.
3.      Perbedaan itu, semata-mata perbedaan cara berfikir dalam menempuh suatu tujuan dan dalam mengaplikasikan metode.
4.      Dengan meluasnya pergaulan manusia antar bangsa serta pengembangan daya fikir dan ilmu pengetahuan mereka, maka muncul persoalan-persoalan baru akibat pergumulan adat dan kebudayaan. Dan dengan demikian muncul metode ijtihad untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
C.    Factor-faktor kemunculan masail fiqhiyah
Memngikuti perjalanan kehidupan manusia berarti mengikuti perkembangan berbagai persoalan yang muncul disekitar mereka, persoalan yang ada akan selalu berganti dan bervariasi sejalan dengan pergantian jaman dan waktu. Dengan adanya perjalanan waktu dan jaman akan melahirkan persoalan baru dari yang ringan sampai yang rumit. Bagi kaum muslimin menghadapi berbagai persoalan yang menyelimuti mereka merupakan sebuah keniscayaan sebagai konsekuensi logis perubahan jaman dan pergantian generasi.
Persoala yang muncul membutuhkan jawaban dalam lingkup al-qur’an, as-sunnah atau bahkan diambil dari pendapat para fuqoh salaf yang membidangi ilmu fiqih. Persoalan fiqih yang timbul dalam konsep kekinian juaga sangat ditunjang oleh beberapa factor yang diantaranya adalah :
1.         Kondisi geografis.
Persoalan-persoalan yang muncul antara lain :
a)    Hukum bertayamum pada daerah yang kekeringan (tandus) yang kesulitan air.
b)   Hukum dan teknik pelaksanaan shalat dan puasa pada geografis yang abnormal dalam penentuan  waktu.
c)    Pelaksanaan pernikahan via telfon, internet, transaksi muamalat dst pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk bertemu langsung karena letak geografis sulit dijangkau kecuali melalui media komunikasi elektronik.
2.         Struktur dan pola budaya masyarakat.
Persoalan-persoalan yang muncul antara lain :
a)    Masalah pembagian harta warisan pada daerah tertentu.
b)    Upacara sesajen untuk keselamatan dan berkah.
c)    Budaya dangdutan yang dipaksakan demi kehormatan sampai-sampai menghutang untuk resepsi pernikahan.
d)   Budaya tukar cincin sebelum khitbah (lamaran) yang dianggap telah sah bergaul bebas dll.
3.         Perkembangan ekonomi dan politik
Persoalan persoalan yang muncul  antara lain :
a)    Jual beli valuta asing dan saham. Apabila telah terjadi transaksi antar Negara (internasional) maka setiap Negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut visa.
b)    Zakat sebagai ibadah dan kaitannya dengan ekonomi keuangan wajib dikeluarkan apabila telah mencapai nisab seperti emas, perak, dll. Selain di era modern ada mata uang, sertifikat, saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an, akan tetapi tetap terkena objek zakat.
c)    Makelar merupakan perantara antara penjual dan pembeli agar memudahkan transaksi jual beli.
d)   Pemimpin wanita ,hakim wanita dan keberadaan partai-partai politik, serta yang terkait dengan itu adalah dampak dari perkembangan ekonomi.
4.         Perkembangan ekonomi
Persoalan - persoalan yang muncul antara lain :
a.     Transpalantasi (pencangkokan) dan substitusi (penggantian) jaringan atau organ tubuh seperti jantung, ginjal, tulang rawan, pembuluh darah dan lensa.
b.    Perencanaan keturunan dengan berbagai teknik antara lain:
                                              1)     Pengendalian kehamilan (birthcontrol) melalui pil, kondom, IUD, susuk hormone, zalf, diafragma, teknik sterilisasi (vasektomi, tubektomi), aborsi, dan menstrual regulation. 
                                              2)     Perencanaan jenis kelamin melalui teknik pemisahan sperma (kromosom x dan kromosom y) untuk mendapatkan keturunan laki-laki.
                                              3)     Inseminasi buatan melalui berbagai teknik untuk menolong pasangan suami istri yang sukar atau tidak bisa mendapatkan keturunan.
                                              4)     Bedah transeksual (operasi jenis kelamin) untuk menyempurnakan jenis kelamin yang tidak normal (banci) atau mengganti organ kelamin (non banci).

D.    Penyelesaian Masail Fiqhiyah
Dasar-dasar penyelesaian masalah dalam bentuk kaedah, yaitu :
1.    Menghindari sikap taqlid dan atau fanatisme.
Upaya menghindarkan diri dari fanatisme madzhab tertentu atau pendapat tertentu dan juga bertaqlid buta merupakan dua perbuatan yang bodoh kecuali ia adalah seorang yang bodoh dan telah melakukan kesalahan. Pelakunya disebut muqallid dan yang dilawankan disebut muttabi.
Para ulama, selalu berpesan agar tidak bertaqlid. Akan tetapi hanya mengikuti jejak dan langkah-langkah yang ditempuh oleh mereka dalam menetapkan hukum suatu persoalan.
2.    Prinsip mempermudah dan menghindari kesulitan.
Allah berfirman :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (al-Baqarah – 286).
3.    Berdialog dengan masyarakat melalui bahsa kondisi masanya dan melalui pendekatan persuasive aktif serta komunikatif.
a)      Bahasa yang dapat dipahami sebagai bahasa sehari-hari dan mampu menjangkau pemahaman umum.
b)      Menghindarkan istilah-istilah rumit yang mengandung pengertian kontrofeksi.
c)      Ketetapan hukum bersifat ilmiah karena didasarkan pertimbangan hikmah, illat, filosofis, dan islami.
Tiga hal diatas merupakan cara penyelesaian yang terdapat dalam Nash (al-Qur’an atau as-Sunnah). Karena masyarakat yang belum memahami sepenuhnya hakikat pengambilan istimbat dan dasar-dasar rujukanya maka akan dapat memperkecil  kesalahpahaman antar masyarakat.
4.    Bersikap moderat terhadap kelompok tekstualis (literalis) dan kelompok kontekstualis.
            Dalam merespon persoalan ulama terbagi dalam dua kelompok besar penyelesaian :
a)      Bersandar pada al-Nash sesuai bunyi ayat tanpa menginterprestasikan lebih lanjut diluar teks itu.
b)      Kelompok kontekstualis, dimana kelompok ini lebih berani menginterprestasikan produk hukum al-Nash dengan melihat kondisi zaman dan lingkungan.
5.    Ketentuan hukum bersifat jelas tidak mengandung interprestasi.
Bahasanya relative tegas dan ketentuan hukum dalam dalam hal ini tidak sulit untuk dipahami dan tidak mengundang banyak pihak untuk menginterpetasikan ulang. 
         oleh : Jukman

Blogger templates

Popular Posts