MASAILUL FIQHIYAH
A.
Pengertian masail fiqhiyah
Masail fiqhiyah berasal dari kata
mas’alah dalam bentuk mufrod yang dijamakan dan di rangkaikan dengan kata
fiqih. Sedangkan fiqih sendiri secara bahasa memiliki pengertian yaitu “pemahaman
atau faham”. sedangkan menurut istilah fiqih adalah “ilmu atau
pengetahuan tentang hokum-hukum syari’at dalam bentuk amaliah (perbuatan
mekalaf) yang di ambil dari dalil-dalilnya secara terperinci.”
Masail fiqhiyah adalah masalah yang
terkait dengan fiqih atau persoalan-persoalan yang muncul dalam konteks
kekinian sebagai refleksi problematika pada suatu tempa, kondisi da waktu dan
persoalan-persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu, karena
adanya perbedaan situasi sekarang dengan yang dulu.
Masalah-msalah pada masa rosululloh
SAW, langsung diselesaikan dengan wahyu sehingga kondisi masyarakat pada
waktu itu relative setabil. Pada masa sahabat, sighot sahabat kemudian tabi’in
dan seterusnya persoalan-persoalan yang muncul semakin berfariasi seiring
dengan perjalanan waktu dari jaman kejaman. Walaupun persoalan-persoala terus
bermunculan silih berganti, syariat islam dalam hal ini fiqih tetap eksis dan
mampu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.
Para ahli fiqih dalam hal ini fuqoha
selalu berupaya menyelesaikan persoalan-persoalan baru melalui jalan berijtihad
yang berdasarkan nash al-qur’an dan as-sunnah. Penyelesaian persoalan mula-mula
diselesaikan dengan dengan mencari jawaban dari al-qur’an dan as-sunnah, bila
tidak ditemukan jawabanya maka akan diselesaikan dengan jalan ijma (kesepakatan
bersama para ahli atau melalui metode qiyas atau analog). Diantara para ahli
fiqihyang memiliki metode untuk menyelesaikan persoalan-persoalan fiqih adalah
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Al-Syafi’i, dan Imam Bin Hambal.
B.
Tujuan mempelajari metode-metode masail fiqhiyah
1.
Mengetahui
latar belakang kehidupan para imam madzhab dengan berbagai kondisi yang
dialaminya.
2.
Memahami
realitas masyarakat dan mengetahui problematika yang timbul pada masa itu.
3.
Dengan
berbagai sisi perbedaan, baik lingkungan, situasi politik, latar belakang
kehidupan, akan mengantarkan generasi kaum muslim memahami hakekatperbedaan
sudut pandang dengan konsekuensinya.
4.
Dapat
mengikis sikap fanatisme terhadap madzhab yang berlebihan.
Setiap tindakan dan perbuatan
manusia yang memiliki akibat hukum, akan direspon oleh norma fiqh dan akan
ditetapkan ketentuan hukumnya. Akibata hukum dari perbuatan manusia yang lebih
dikenal adalah “persoalan”.
Allah berfirman :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya…” (al-Baqarah – 286).
Dan ayat selanjutnya :
“ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…” (al-Baqarah
– 286).
Pada dasarnya manusia memilki daya berfikir prima sesuai dengan karakteristik
yang dijabarkan al-Qur’an pada awal penciptanya. Allah berfirman :
“Aku hendak menciptakan manusia (adam) di muka
bumi..." (al-baqarah – 30)
Perkembangan pola fikir manusia membawa konsekuensi logis terhadap variasi
corak dan gaya serta daya setiap manusia dalam aplikasi pengguanaanya.
Konsekuensi tersebut, melahirkan perbedaan pandangan (madzhab) dalam I’tiqad
(keyakinan) siyasah (politik) dan fiqh. Perbedaan tersebut merupakan bukti
adanya dinamisasi pemikiran dalam islam. Hal ini diperkuat oleh beberapa
persyaratan, antara lain :
1.
Perbedaan
pandangan yang terjadi tidak terkait dengan substansi agama baik mengenai
tauhid , pengakuan akan kerasulan Muhammad dan keberadaan al-Qur’an sebagai
wahwu allah atau mengenai riwayat (hadis) mutawatir, rukun islam dan atau
pengetahuan yang telah difahami sebagai komponen agama.
2.
Pada
dasarnya kata “ikhtilaf”, perbedaan (pendapat) secara pasti berkonotasi
negative sebagaimana ikhtilaf yang terjadi pada persoalan seputar Aqaid
dan siyasah. Sebab-sebab muculnya “ikhtilaf” dapat diklasifikasikan menajadi
dua, yaitu :
a)
Ikhtilaf
yang tidak menyebabkan perpecahan umat Islam.
b)
Ikhtilaf
yang berimplimentasi pada perpecahan umat Islam dan mengaburkan kesatuan
mereka.
3.
Perbedaan
itu, semata-mata perbedaan cara berfikir dalam menempuh suatu tujuan dan dalam
mengaplikasikan metode.
4.
Dengan
meluasnya pergaulan manusia antar bangsa serta pengembangan daya fikir dan ilmu
pengetahuan mereka, maka muncul persoalan-persoalan baru akibat pergumulan adat
dan kebudayaan. Dan dengan demikian muncul metode ijtihad untuk menyelesaikan
persoalan yang ada.
C.
Factor-faktor kemunculan masail fiqhiyah
Memngikuti perjalanan kehidupan
manusia berarti mengikuti perkembangan berbagai persoalan yang muncul disekitar
mereka, persoalan yang ada akan selalu berganti dan bervariasi sejalan dengan
pergantian jaman dan waktu. Dengan adanya perjalanan waktu dan jaman akan
melahirkan persoalan baru dari yang ringan sampai yang rumit. Bagi kaum
muslimin menghadapi berbagai persoalan yang menyelimuti mereka merupakan sebuah
keniscayaan sebagai konsekuensi logis perubahan jaman dan pergantian generasi.
Persoala yang muncul membutuhkan
jawaban dalam lingkup al-qur’an, as-sunnah atau bahkan diambil dari pendapat
para fuqoh salaf yang membidangi ilmu fiqih. Persoalan fiqih yang timbul dalam
konsep kekinian juaga sangat ditunjang oleh beberapa factor yang diantaranya
adalah :
1.
Kondisi geografis.
Persoalan-persoalan yang muncul
antara lain :
a)
Hukum
bertayamum pada daerah yang kekeringan (tandus) yang kesulitan air.
b)
Hukum dan
teknik pelaksanaan shalat dan puasa pada geografis yang abnormal dalam
penentuan waktu.
c)
Pelaksanaan
pernikahan via telfon, internet, transaksi muamalat dst pada kondisi yang tidak
memungkinkan untuk bertemu langsung karena letak geografis sulit dijangkau
kecuali melalui media komunikasi elektronik.
2.
Struktur dan
pola budaya masyarakat.
Persoalan-persoalan yang muncul
antara lain :
a)
Masalah
pembagian harta warisan pada daerah tertentu.
b)
Upacara
sesajen untuk keselamatan dan berkah.
c)
Budaya
dangdutan yang dipaksakan demi kehormatan sampai-sampai menghutang untuk
resepsi pernikahan.
d)
Budaya tukar
cincin sebelum khitbah (lamaran) yang dianggap telah sah bergaul bebas dll.
3.
Perkembangan
ekonomi dan politik
Persoalan persoalan yang
muncul antara lain :
a)
Jual beli
valuta asing dan saham. Apabila telah terjadi transaksi antar Negara
(internasional) maka setiap Negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar
luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut visa.
b)
Zakat
sebagai ibadah dan kaitannya dengan ekonomi keuangan wajib dikeluarkan apabila
telah mencapai nisab seperti emas, perak, dll. Selain di era modern ada mata
uang, sertifikat, saham, obligasi, dan surat-surat berharga lainnya yang tidak
disebutkan dalam al-Qur’an, akan tetapi tetap terkena objek zakat.
c)
Makelar
merupakan perantara antara penjual dan pembeli agar memudahkan transaksi jual
beli.
d)
Pemimpin
wanita ,hakim wanita dan keberadaan partai-partai politik, serta yang terkait
dengan itu adalah dampak dari perkembangan ekonomi.
4.
Perkembangan
ekonomi
Persoalan - persoalan yang muncul
antara lain :
a.
Transpalantasi
(pencangkokan) dan substitusi (penggantian) jaringan atau organ tubuh seperti
jantung, ginjal, tulang rawan, pembuluh darah dan lensa.
b.
Perencanaan
keturunan dengan berbagai teknik antara lain:
1)
Pengendalian
kehamilan (birthcontrol) melalui pil, kondom, IUD, susuk hormone, zalf,
diafragma, teknik sterilisasi (vasektomi, tubektomi), aborsi, dan menstrual
regulation.
2)
Perencanaan
jenis kelamin melalui teknik pemisahan sperma (kromosom x dan kromosom y) untuk
mendapatkan keturunan laki-laki.
3)
Inseminasi
buatan melalui berbagai teknik untuk menolong pasangan suami istri yang sukar
atau tidak bisa mendapatkan keturunan.
4)
Bedah
transeksual (operasi jenis kelamin) untuk menyempurnakan jenis kelamin yang
tidak normal (banci) atau mengganti organ kelamin (non banci).
D.
Penyelesaian Masail Fiqhiyah
Dasar-dasar penyelesaian masalah dalam bentuk kaedah,
yaitu :
1.
Menghindari
sikap taqlid dan atau fanatisme.
Upaya menghindarkan diri dari
fanatisme madzhab tertentu atau pendapat tertentu dan juga bertaqlid buta merupakan
dua perbuatan yang bodoh kecuali ia adalah seorang yang bodoh dan telah
melakukan kesalahan. Pelakunya disebut muqallid dan yang dilawankan disebut
muttabi.
Para ulama, selalu berpesan agar
tidak bertaqlid. Akan tetapi hanya mengikuti jejak dan langkah-langkah yang
ditempuh oleh mereka dalam menetapkan hukum suatu persoalan.
2.
Prinsip
mempermudah dan menghindari kesulitan.
Allah berfirman :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya…” (al-Baqarah – 286).
3.
Berdialog
dengan masyarakat melalui bahsa kondisi masanya dan melalui pendekatan
persuasive aktif serta komunikatif.
a)
Bahasa yang
dapat dipahami sebagai bahasa sehari-hari dan mampu menjangkau pemahaman umum.
b)
Menghindarkan
istilah-istilah rumit yang mengandung pengertian kontrofeksi.
c)
Ketetapan
hukum bersifat ilmiah karena didasarkan pertimbangan hikmah, illat, filosofis,
dan islami.
Tiga hal diatas merupakan cara
penyelesaian yang terdapat dalam Nash (al-Qur’an atau as-Sunnah). Karena masyarakat
yang belum memahami sepenuhnya hakikat pengambilan istimbat dan dasar-dasar
rujukanya maka akan dapat memperkecil kesalahpahaman antar masyarakat.
4.
Bersikap
moderat terhadap kelompok tekstualis (literalis) dan kelompok kontekstualis.
Dalam merespon persoalan ulama terbagi dalam dua kelompok besar penyelesaian :
a)
Bersandar
pada al-Nash sesuai bunyi ayat tanpa menginterprestasikan lebih lanjut diluar
teks itu.
b)
Kelompok
kontekstualis, dimana kelompok ini lebih berani menginterprestasikan produk
hukum al-Nash dengan melihat kondisi zaman dan lingkungan.
5.
Ketentuan
hukum bersifat jelas tidak mengandung interprestasi.
Bahasanya relative tegas dan
ketentuan hukum dalam dalam hal ini tidak sulit untuk dipahami dan tidak
mengundang banyak pihak untuk menginterpetasikan ulang.
oleh : Jukman